Banda Aceh ~ Seni tutur hikayat adalah ibu dari semua seni di Aceh. Namun, eksistensinya terancam musnah. Kian jarang seniman menekuni seni tutur hikayat seiring sepinya panggung.
Seni tutur
berupa hikayat yang dibacakan dengan irama dan berpantun hal yang sudah tidak biasa
lagi didengar karena seni budaya ini sudah tidak banyak lagi yang mampu
mengekspresikan lagi kemampuannya. Seni hikayat adalah seni tutur memadukan
syair, tembang, aksi teatrikal, dan tetabuhan ritmik. Lantunan syair merupakan
kekuatan utama seni ini. Isi syair umumnya kisah kepahlawanan, perjuangan,
petunjuk kehidupan, sanjungan kepada raja, hingga kisah keseharian. Dalam
pentas, seni ini dimainkan di malam hari di acara pernikahan, sunatan, atau
kenduri sebagai hiburan rakyat.
Salah
satunya adalah Pon Zahri yang mampu melakonkan Hikayat dengan sempurna, walau
tidak terkenal tapi berkat turunan darah seniman yang diterimanya dia mampu menyampaikan
pesan melalui hikayat dengan sempurna
Lelaki muda yang
berasal dari Matang Glumpang Dua ini tidak pernah manggung tetapi di daerahnya
Matang Sagoe beliau sering mempertontonkannya di hadapan teman-teman di saat
istirahat kerjanya.
“saya
melantunkannya dengan senang hati sambil menghibur kawan-kawan yang sedang
istirahat lepas kerja” katanya dengan senyum. Pon Zahri belum punya keinginan untuk
tampil dipentas atau tempat hiburan dikarenakan kemampuannya yang kurang
dibandingkan dengan seniman lain yang ada di Aceh. “Saya malu masih, kemampuan
saya tidak sehebat seniman-seniman Aceh lain yang sudah hebat” tambahnya sambil
melirik ke saya. [Maimun Yulif]
Tonton
Videonya yang direkam Bang Kini melalui Kamera HP
Nonton di Youtube