Cari Blog Ini

RAGAM KESENIAN ACEH

Negara Indonesia didirikan dengan tujuan yang seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang merupakan cita-cita luhur Kemerdekaan Bangsa.
Cita-cita kemerdekaan adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Untuk mencapai cita - cita tersebut disusunlah garis - garis besar haluan Negara, agar jelas arah dan usaha serta ukuran - ukuran yang dapat dijadikan pedoman oleh bangsa Indonesia perjuangannya dari masa ke masa.
Mengenai kebudayaan di dalam garis-garis besar haluan Negara dinyatakan bahwa nilai-nilai budaya Indonesia terus dibina dan di kembangkan guna memperkuatkepribadian bangsa, mempertebalrasa harga diri dan kebanggaan Nasional serta memperkokoh Jiwa Kesatuan Nasional. Kebudayaan Nasional terus dibina dengan dasar norma-norma Pancasila dan diarahkan pada penerapan nilai-nilai luhur. Selain itu perlu ditiadakan dan dicegah nilai - nilai Sosial budaya yang bersifat feodal dan kedaerahan yang senpit.
Kebudayaan dimaksud adalah segenap perwujudan dan keseluruhan hasil logika, etika dan estetika manusia dalam mengembangkan kepribadian manusia, perkembangan hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhan yang Maha Esa.
Dalam kaitannya dengan ini perlu di imgatkan bahwa kebudayaan selalu bergerak dan berkembang sepanjang perjalanan umat manusia itu sendiri.Akibatnya tentu pengertian kebudayan yang untuk sementara di artikan seperti tersebut di atas turut berubah pula.hal ini juga merupakan penyebab utama dari kesulitan dalam usaha merumuskan suatu kebijaksanaan di suatu bidang yang sulit untuk dirumuskan secara tepat terlebih dahulu.
Dalam pasal 32 Undang - undang Dasar 1945 berbunyi: “Pemerintah memajukan kebudayaan Nasional Indonesia“. Dalam penjelasan pasal tersebut berbunyi: ”kebudayaan bangsa ialah: kebudayaan yang timbul sebagai buah budi daya rakyat Indonesia. Kebudayaan lam dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan didaerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan kebudayaan perlu ditimbulkan, dikembangkan dan dibimbing untuk dapat berperan dalam perkembangan masyarakat bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan kebudayaan secara tepat, terarah dan sistimatis dan perlunya adanya konsepsi pengembangan itu sendiri yang mencakup pula tujuan, fungsi dan bentuk pengembangan tersebut.
Pengembangan disini dapat di artikan sebagai usaha sadar, terarah dan sistimatis yang mencangkup: memelihara, menghidupkan, memperkaya, membina, menyebarluaskan dan memanfaatkan segenap aspek kebudayaan Nasional.
Dalam rangka pembangunan seni budaya Nasional akan digali, dihidupkan, diperkaya, dibina, disebarluaskan dan dimanfaatkan segenap aspek kebudayaan Nasional termasuk aspek kebudayaan daerah. Disamping itu dibina dan dikembangkan disiplin Nasional secara lebih nyata., dalam rangka peningkatan usaha memperkokoh kesatuan persatuan bangsa.
Kesenian merupakan perwujudan kebudayaan yang meninggikan nilai etik dan estetik dari masyarakat.Nilai-nilai ini perlu dipertahankan dan dikembangkan agar tercapai keseimbangan antara nilai material sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan nilai spiritual.
Sesuai dengan apa yang disebutkandi atas maka Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Sebagai salah satu daerahdi Indonesia sudah mempunyai sejarah seni budaya yang panjang dan sampai sekarang masih jelas bekas-bekas peninggalannya. Hanya karena situasi dan kondisi sosial politik yang melanda daerah Aceh sampai dengan perjuangan kemerdekaan seakan-akan pembinaan dan pengembangan senibudayanya tidak mendapatkan tempat didalam masyarakat.

Kesenian
a.         Latar Belakang Sejarah
Kesenian daerah pada dasarnya adalah cermin dari kehidupan masyarakat pendukungnya yang menyangkut masalah Adat Istiadat, kebiasaan, kepercayaan, penghidupan dan keyakinan. Sedang Aspek - aspek kehidupan tersebut dibentuk oleh kebudayaan yang pernah ada, singgah atau berkembang di daerah itu.
Di daerah Aceh, pernah juga berkembang kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para pedagang dan pengembara dari lembah sungai Indusdi India. Bekas-bekas kebudayaan Hindu tersebut masih dapat dilihat antara lain pada cara-cara mengggulai yang banyak menggunakan rempah-rempah dan kegemaran menggunakan warna kebesaran. Juga adanya tempat-tempat atau kota-kota yang bernama Indrapuri, Indrapura Indrapatra dan sebagainya.Sedangkan alat musik berupa Canang, Kecapi, dan Serune, diduga juga adalah warisan kebudayaan Hindu.
Pada akhir abad ke XI masuklah Agama Islam ke Aceh yang kemudian berkembang dengan pesat sehingga pada permulaan abad ke XVI seluruh rakyat Aceh sudah memeluk Agama Islam. Agama Islam tersebut tetapbertahan hingga kini dan merupakan satu-satunya Agama yang dipeluk oleh rakyat Aceh. Sejak masuk Agama Islam itulah, tersa hampir semua aspek kehidupan masyarakat bernafaskan Agama islam. Bahkan begitu kuatnya pengaruh Agama Islam sehingga mampu mengikis habis bekas-bekas kehidupan sebelumnya yang dianggap bertentangan dengan ajara Agama Islam.Demikianlah mengapa seni patung tidak berkembang di Aceh karena membuat patung dianggap perbuatan terlarang dalam Agama Islam.

b.         Ciri - ciri Khas Kedaerahan
 Sungguhpun Kesenian Daerah Aceh sudah merupakan bentuk kesenian yang merupakan kesatauan, namun didalamnya masih dapat dibedakan lagi atas corak - corak atau gaya yang lebih khusus yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang kehidupan atau bahasa setempat.
Penduduk asli yang mendalami Daerah Istimewa Aceh dewasa ini yang kita sebut dengan rakyat Aceh, tidaklah merupakan suatu suku bangsa yang homogen. Meskipun demikian sepanjang gerak sejarahnya telah terjadi integrasi antara puak - puak yang dilihat secara etnis sangat berbeda - beda itu, sehingga menyebabkan terjelmanya satu kesatuan tindak dan perasaan, terutama pada saat - saat meraka mengalami masa - masa yang kritis.
-       Puak - puak yang kita sebut di atas antara lain :
-       Ureung Aceh(orang Aceh),  berdiam disebahagian besar kabupaten di Aceh.
-       Ureung Gayo (orang Gayo), beerdiam di kabupaten Aceh Tengah, Aceh Tenggara dan Aceh Timur (pedalaman).
-       Ureung Alaih (orang Alas), berdiam di Aceh Ternggara (lembah Alas).
-       Ureung Teumieng (orang Tamiang) berdiam di persisir Kabupaten Aceh Timur berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara.
-       Ureung Sengke (Singkil Hulu) berdiam di Hulu sungai Sengkel Kabupaten Aceh Selatan.
-       Ureung Kluet (orang Kluet) berdiam di daerah Hulu Kecamatan Kluet Kabupaten Aceh Selatan.
-       Ureung Pulo (orang Pulau) berdiam di Pulau Simeulu (Kabupaten Aceh Barat) dan di pulau-pulau Banyak (Kabupaten Aceh Selatan).
-       Aneuk Jamee (Tamu) berdiam disebahagian besar Aceh Selatan dan sedikit di Kabupaten Aceh Barat.
Bahasa yang dipergunakan oleh rakyat Aceh sehari - hari adalah Bahasa Aceh dan merupakan Linguafranca antara masyarakat Aceh. Di Gayo, Alas, Singkil Hulu dan Kluet mereka memiliki bahasa daerah sendiri yang dapat digolongkan dalam dialek bahasa Batak Karo.Di Tamiang mereka mempergunakan bahasa Daerah Tamiang yang termasuk dalam sebuah dialek bahasa Melayu.Bahasa Pulau yang dipergunakan oleh orang di kepulauan Simeulu dan pulau - pulau Banyak termasuk dialek bahasa Nias dan Mentawai. Aneuk Jamee yang merupakan penduduk mayoritas di Aceh Selatan dan sedikit di Aceh Barat mereka mempergunakan bahasa pesisir Barat Andalas (bahasa pesisi) yang sama dengan dialek bahasa Minang.
Bahasa Aceh sebagai bahasa perantara antara masyarakat banyak mengalami pengaruh dari bahasa kelompok etnis sekelilingnya, sehingga mengakibatkan bahasa Aceh sendiri memiliki banyak dialok pula.Di ibukota kerajaan aceh dahulu dipergunakan dialok bahasa Aceh yang lazim disebut dialok Banda.
Dialok Banda ini merupakan standar bahasa Aceh yang diikuti umum dalam pemakaian bahasa Aceh baik.


c.         Jenis-jenis Kesenian
Mengikuti pola pembagian jenis-jenis pembagian pada umumnya maka jenis-jenis kesenian di daerah Aceh dapat dikelompokkan atas:
1.        Seni rupa
2.        Seni tari
3.        Seni suara
4.        Seni sastra
5.        Seni drama
Di antara jenis-jenis kesenian tersebut ada yang berkembang dengan subur, namun ada pula yang hampir-hampir punah ditelan masa.
1.    Seni Rupa.
Seni rupa masih dapat dikelompokkan atas :
a.    Seni bangunan (arsitektur)
b.    Seni pahat
c.    Seni Ukir
d.   Seni Lukis
e.    Seni kerajinan / seni kriya
f.     Seni dekoratif

a.    Seni Bangunan / Arsitektur
ciri-ciri khas seni bangunan atau arsitektur Aceh tercermin terutama dalam bentuk rumah adat yang disebut rumah atau rumoh Aceh.
Rumoh Aceh itu dibuat tinggi di atas sejumlah tiang-tiang besar yang tempat tegaknya beraturan.Bentuknya segi empat, tinggi lantainya dari tanah antara 4 sampai 9 hasta.
Tulang atas yang disebut “tampong” (blandar) membujur lurus dan rata dari Timur ke Darat. Dimaksudkan dengan membujurnya tulang atas dari mengarah ke kiblat. Bahkan lebih baik pula kalau rumah menunduk beberapa cm di sebelah Barat.
Tiang-tiangnya berjumlah 16 buah berbasis empat-empat.Enam belas buah tiang itu diambil dari bilangan 17 jumlah rakaat sembahyang wajib sehari semalam dikurangi satu.Kekurangan bilangan yang satu diisi dengan dipasangnya sebuah tangga. Dari 16 buah tiang itu, dua di antaranya dinamakan “raja“ dan “putro“, yaitu tiang-tiang yang berdiri di baris ke tiga bila dilihat dari timur atau di baris kedua bila dilihat dari Barat. Yang di utara “ raja “ dan yang di selatan ialah “putro“ (permaisuri). Tiang-tiang raja dan permaisuri dianggap sebagai 2 rakaat sembahyang subuh.Semua tiangnya besar-besar dan bulat.
Dua baris tiang yang di tengah, yakni baris raja dan baris permaisuri, dibuat lebih panjang dari tiang-tiang di baris Utara dan Selatan sehingga atap-atapnya menyucur membentuk bangunan yang khas dan setiap di pandang mata.
Panjang rumah dari timur ke Barat dihitung pada bagian luar tiang adalah 11, 13, 15, 17, atau 19 hasta.Bidang dari Utara ke Selatan lebih panjang dari itu.Biasanya jumlah panjang harus bilangan ganjil.
Rumah Aceh itu terbagi menjadi 3 ruang, ruang tengah lebih tinggi dari ruangan kanan kirinya. Ruang tengah ini bagian Baratnya dinamakan “Rumoh inong“ yakni ruang wanita atau ruang induk, sedang bagian Timurnya dinamakan “rambat“. Ruang rumoh inong adalah yang termulia dari ruang lain-lainya. Kalau tuan dan nyonya rumoh punya menantu, di ruang inilah dua sejoli diberi tempat.
Ruang Selatan dan Utara dinamakan “rano“ atau serano“, yakni serambi. Di ujung Timur serambi Utara didirikan dapur yang disebut “anjong“.Tetapi banyak juga orang yang membuat dapur ke sebelah Utara atau ke tempat terasing.
Di sebelah Timur rumah di buat “jorambah“, yaitu titi lalu lintas yang lebarnya kurang lebih 1,5 meter dari serambi Utara ke serambi selatan atau dari rumah dapur ke tangga. Tangga biasanya di sudut tenggara, di ujung Selatan jerambah, dan ada juga orang-orang yang membuat tangga rumahnya di bawah lantai yang dilobangi dan diberi tutup sebagai pintu.

b.   Seni Pahat :
Karena adanya lapangan semenjak masuknya Agama Islam maka perkembangan seni pahat di daerah Aceh mengalami kerunduran.Bahkan candi-candi atau aron sebagai warisan kebudayaan Hindu tak nampak lagi bekas-bekasnya, kemungkinan besar sudah dimusnahkan. Yang tinggal adalah batu-batu makan para bangsawan, para pahlawan dan tokoh-tokoh agama sarat di hiasi pahatan dalam bentuk relief dengan motif hias dan kaligrafi huruf Arab.

c.         Seni Ukir :
Perkembangan seni ukir, sebagaimana seni pahat, di daerah Aceh dewasa ini juga mengalami kemunduran. Dari peninggalan masa lalu dapat kita ketahui bahwa seni ukir di Aceh diterapkan pada kayu, ialah pada bagian-bagian tertentu sebuah rumah (kisi, bingkai-bingkai, pintu) dan pada perabotan antara lain tempat tidur. Sedang peninggalan seni ukir pada logan terlihat antara lain pada benda - benda seperti perisai, ajeumat, cuping dan lain - lain.

d.        Seni Lukis :
Walaupun tidak dikatakan cukup maju, namun perkembangan Seni Lukis di daerah Aceh masih lebih baik dari pada seni pahat dan seni Ukir.Hanya Lukisan dengan ciri-ciri khas daerah sebagaimana lukisan Bali misalnya, tidak di ketemukan di Aceh. Seni Lukis termasuk barang baru di Aceh yang dikembangkan oleh para seniman muda dengan cara meraba-raba, belajar sendiri karena memang sebuah sekolah seni rupa belum ada di Aceh.

e.         Seni Kerajinan/ Seni Kriya
Di antara hasil seni kerajinan Aceh yang dapat di katakan agak menonjol atau masih hidup adalah seni kerajinan emas, seni kerajinan anyaman tikar dan sulaman.
Sedang kerajinan Gading dan bentuk sebagai hulu dan sarung rencong masih juga di buat sedikit - sedikit untuk melayani keperluan souvenir.
f.         Seni Dekoratif
Seni dekoratip atau ragam hias Aceh yang dapat di lihat antara lain pada motif - motif ukiran rumah Aceh, bordir kasab baju adat dan barang - barang perhiasan menunjukkan bentuk lebih sederhana bila dibandingkan dengan ragam hias daerah lain. Di antara motif - motif itu dikenal orang dengan nama: bungong Keupula, Bungong awan - awan, Bungong ayu - ayu, bungong kalimah dan lain -lain.

2.        Seni Tari :
SeniTari merupakan salah satu cabang kesenian yang berkembang cukup baik di Aceh.
a.    Seni Tradisi:
     Dalam garis besarnya tari tradisional Aceh dibagi atas 2 golongan besar yang dilihat dari segi isi atau tema yang melatarkan belakangi tarian tersebut:
1.    Dengan latarbekang adat - agama
2.    Dengan latar belakang cerita rakyat (mithos - legenda).
Ad.1    Dengan latar belakang adat - agama, contoh antara lain: Seudati,  Laweut,  Saman,  Meusekat, Rapai, Ratoh dan lain-lain.
Ad.2    Dengan latar belakang cerita rakyat (mitos - legenda ): Tari Guel, Bines, Pho, Ale Tunjang, Ula - Ula Lembing  dan lain - lain.

b.        Tarian Kreasi baru :
Tari Aceh kreasi baru lebih banyak dilakukan di ibu kota  provinsi dengan mengambil tema adatkebiasaan dan perikehidupan sehari - hari  seperti Ranup Lampuan,  Tron U  Laot, Dara Aceh, Piasan Raya, Pemulia Jamee dan lain -lain .dan di kabupaten Aceh Tengah seperti Tari Remang ketike, Resam i  Gayo, Puteri Bungsu dan lain-lain.
Tari Aceh Tradisional pada umumnya dilakukan tanpa iringan musik.Gerak dan irama hanya di antar oleh suara nyanyian.oleh salah seorang penari yang ditingkah suara koor oleh semua penari , tepukan tangan, deripan jari dan hentakan kaki. Sedang pada tari kreasi baru sudah dippergunakan iringan musik antara lain Akordeon, Gitar, Gendang dan Serune Kale.

3.         Seni Suara:
a.         Seni Suara Vokal :
       Besar sekali dugaan bahwa senii daerah vokal ddaerah Aceh mula - mula berkembang dari cara  - cara pembacaan syair atau pantun. Isi atau temanya sejalan dengan isi dan tema syair daerah Aceh,ialah kebanyakan bernafaskan Agama Islam.

b.      Seni Suara Instrumental :  
Alat musik tradisional  bernada lengkap tak terdapat di Aceh. Yang ada adalah alat-alat musik ritnis seperti Gendang, Rapai dan Rebana.Dalam bentuk komposisi di kabupaten Acehh Tenggara. Teeppatnya di ibukotanya, Kuta cane berkembang musik canang dan kecapi tersebut, apakah di produksi dari daerah itu sendiri atau di datangkan dari daerah lain.
Di Kabupaten  Aceh Besar terdapat alat musik tiup yang di sebut Seuruene kalee. Dewasa ini permainan seuruene kalee sedang di kembangkan untuk membawakan lagu - lagu daerah dan mengiringi tari -tarian.
Seni musik masa kini  seperti orkes dan band berkembang juga di Aceh, terutama di ibu kta Provinsi dan di beberapa ibu kota kabupaten.
Gamelan alat musik Tradisional jawa, sebagaimana ketoprak dan wayang yang terdapat juga di daerah Aceh terutama di perkampungan karyawan perkebunan  dari jawa.

4.     Seni Sastra :
Semenjak masuknya agama islam, terutama pada masanya bertahtanya Sultan Iskandar Muda, kesustraan Aceh berkembang dengan suburnya.
Hamza Fansuri, seorang punjangga  dari barus, turut pula memperkaya perustakaan Aceh dengan berpuluh - puluh buku ciptaanya.
Syair perahunya sampai masih hangat menjadii bahan studi para sastrawan.Sebagian besar hasil kesustraan Aceh disusun dalam bentuk syair atau hikayat. Isinya bermacam - macam, dari kisah , legenda dan sejarah, silsilah sampai nasehat,  ajaran agama dan pujian terhadap kebesaran seorang raja atau pahlawan. Terkenal antara lain  adalah :

-       Hikayat Malem Dewa.
-       Hikayat Indra Bangsawan.
-       Hikayat Hisai Pase.
-       Hikayat Abu Samah.
-       Hikayat Abdo Mulok.
-       Hikayat Abu Mawaih
-       Hikayat Banta Bauransah.
-       Hikayat Banta Ahmad.
-       Hikayat Banta Ali.
-       Hiikayat Basa Jaawoe.
-       Hikayat Banta Ro’na.
-       Hikayat Batee mentangkob.
-       Hikayat jaka bodo.
-       Hikayat Diwa syangsareh.
-       Hikayat Juha Manikam.
-       Hikayat Diwa Akaih.
-       Hikayat Jugi Tapa.
-       Hikayat Din Plinggan.
-       dan masih banyak lagi.
Pada zaman perang Aceh melawan Belanda muncullah penyair - penyaair dengan gubahan -gubahannya yang berhasil mengorbakan semangat bertempur para prajurit mareka andalah:
-            Dokumen dengan sajak-sajak pujaanya terhadap pahlawan teuku Umar.
-            Tengku pante kullu dengan hikayat perang sabil.
Pada Abad ke20 muncul sastrawanyangtekun mengumpulkan karya sastra dan budaya Aceh lama.Beliau adalah abid lamnyong. Sedang buku – buku karangannya antara lain adalah Hikayat si lin doong Geulima dan bungoeng nawoo deah baro. Pengarang lain yang banyak menciptakan cerita - cerita ramon membuat kumpulan - kumpulan sajak adalah A. Hasyim. H.M. Zainuddin, pengarang sebuah roman  dengan judul Jeumpa Aceh. Sedang rekannya, Abdullah Arif, menciptakan sanjak - sanjak dalam bahasa Aceh  dengan judul antara lain ,
            -     Nasib Aceh
            -     Seumangat Aceh
            -     Panton Aceh.
Dalam perbandingan, apa yang di hasilkan oleh pengarang dan penyair masa kini dengan angkatan sebelumnya seperti teungku pante kulu dengan hikayat perang sabitnya.masih jauh ketinggalan. masa kebesaran sastra Aceh itu  telah mengalami kemunduran.

5.     Seni Drama :
PerkembanganSeni Drama di Aceh tidaklah sebaik seni sastra.Theater rakyat seperti lenong atau ketopraktak terdenger di Aceh.Yang pernah dan masih ada adalah sandiwara keliling seperti Jeumpa Aceh, Sinar Jeumpa, Sinar Harapan dan EKA DHARMA.

Dalam perkampungan -perkampungan dimana tinggal orang -orang jawa yang bekerja sebagai karyawan perkebunan.Hidup pula ketoprakdan wayang kulit. Dalam bentuknya yang  sekarangseni drama di kembangkan oleh para remaja, baik melalui sekolah maupun group - group kesenian seperti Teater Remaja, Aremba, Sanggar Kuala dan lain - lain.

sumber: disbupar Aceh