Lahirnya kesenian Likok Pulo Aceh:
a.
Menurut keterangan Ayah Lem Sulaiman tokoh tua Likok Pulo
di Ulee Paya yang umurnya kurang lebih 70 tahun mengatakan bahwa waktu beliau
masih kanak-kanak sering dibawa oleh kakeknya yang waktu itu sudah berumur 60
tahunn ke tempat permainan Likok, kakeknya mengatakan bahwa setahu beliau Likok
ini asalnya memang di Ulee Paya. Melihat kurun waktu yang tersebut di atas bahwa Likok telah lahir sekitar tahun 1849.
b.
Menurut Ayah Lem Sulaiman tokoh tua tersebut, ada seorang
ulama tua yang berasal dari Arab menetap di Ulee Paya, Ulama tersebut hanyut
dari laut dan terdampar ke Pulau Beras Selatan. Untuk sarana Pengembangan Agama
Islam di sana, maka diciptakanlah suatu Kesenian sebagai wadah pertemuan. Karena
kesenian ini belum mempunyai nama yang khusus, maka setelah diperhatikan
permainan-permainannya yang penuh dengan likok-likok (gerak tari) maka
disebutlah permainan (tari) itu dengan Likok, karena berasal dari Pulo Aceh
maka nama lengkap dari tari itu ialah Likok Pulo Aceh artinya yang berasal dari
Pulo Aceh. Hal ini selalu disebut pada syair-syair lagunya.
c.
Permainan itu dimainkan oleh 12 orang penari laki-laki
sambil duduk berlutut, bahu membahu dan
merapat. Biasanya permainan ini di mainkan di atas pasir di tepi pantai, dan
cukup dibentangkan sehelai tikar dan tidak pernah dimainkan di atas pentas
sebab pada ketika itu pentas belum dikenal.
Tarian ini dilakonkan dengan cara
duduk berlutut yang dimainkan 12 orang, penari di tengah-tengah disebut Syekh
dan sebelah kanan dan kiri Syekh disebut Apit atau pengapit. Gerak tari
kelihatan pada bahagian badan, kepala, tangan dan juga pinggulnya. Tangan
berselang seling ke kiri dan ke kanan, ke muka dan ke belakang dan
kadang-kadang ke atas secaraserentak. Tarian ini digolongkan sebagi tari
hiburan yang lazim diadakan di malam hari setelah selesai panen atau pada
perayaan-perayaan lainnya. Beiasanya dipertandingkan antara satu group dengan
goup lainnya dari kampung yang satu dengan kampung yang lain. Waktu
pertandingan biasanya dari jam 21.00 malam sampai pagi. Mengingat lamanya
permainan itu berarti sangat kaya akan Likoknya, sampai pagi hari masih ada gerakan-gerakan
yang berlainan. Penentuan kalah menang dalam pertandingan itu antara lain satu
group tak dapat mencontoh Likok yang dibawakan oleh Group yang satu lagi. Musik
pengiring atau sarana pendukung tari adalah Rapai, yang berfungsi sebagai pengatur
tempo dengan vokal/penyanyi oleh penari dan penabuh Rapai. Penabuh Rapai
terdiri dari 2 orang dan duduk di belakang para pemain.
Dalam penampilan tari adanya
babakan-babakan yang masing-masingnya satu ragam tari. Tiap akhir dari satu
babakan ditarikan dalam tempo cepat, dan disaat itu pula dehentikan secara
serentak dan mendadak. Seperti lazimnya Tarian Tradisional Aceh, Tarian Likok
Pulo Aceh ini juga diawali dengan salam atau saleum. Kelengkapan lainnya tiap
penari mempergunakan sepotong kayu yang berlobang di tengah-tengahnya seperti
gulungan talipancing yang panjangnya kira-kira 5-10 cm yang diadu satu sama
lainnya untuk menimbulkan bunji sesuai dengan irama atau tempo lagu, dinamakan
Bruek Likok atau Boh Likok. Bruek Likok juga berfungsi sebagai pegangan untuk
menyambung tangan satu dengan lainnya pada lagu yang dipergunakan bruek likok
ini.
Permainan ini benar-benar
mempersonakan sebab gerakan-gerakannya menunjukkan sifat-sifat:
1.
Olah Tubuh (Senam Irama)
2.
Ketrampilan, memerlukan konsentrasi yang mantap
3.
Kegotongroyongan
4.
Ketangkasan dan kesabaran
5.
Dramatis dan serentak dan sifat-sifat lainnya
Pakaian tari (kostum) sama seperti
pakaian Seudai. Celana panjang putih, baju kaos panjang juga berwarna putih,
kain sesamping yang bermotif aceh, demikian pula tengkuloknya (ikat kepala)
ditambah dengan kain pengikat pinggang.
Sudah mulai berkembang setelah
digali kembali khususnya di Kabupaten Aceh Besar.
Contoh
syair-syairnya
Sala salamu’alaikum Bapak di kamoe
Kamoe kasampoe u Aceh Raya
Beumangat meujak beumangat meuwo
do’a keukamoe tentra negara
Malaho yo alapa ufir yula yo ala nekmat
wameloe
Sayang ija pucok aron
Mubalek krong salah ragoe
Bacut nibak lon neu peu ampon hai payong
nanggroe
Hanme pateh nafsu angen
Di peumeu’en di peuwahwoe
Wamale laha
Syeh Amat badron badron jalalee
Sallallah ‘Ala Muhammad selamat ya melee
Keurupheing bak sago ateung
Jak udeung jak sadeu mata
Bungong jeumpa bungong yueng yueng
Meugantung cong kayee raya
Adek dilawan aduen
Ceutagun dalam nuraka
Sayang bungkoh tapak cato
Keu randam teumaga layang
Meuligan gapu hai teungku gadoh ie
sembahyang.
Peunuto
Layei rame balei madhang
Meu guncang di ulei paya
Lagei meu karang
Meudagang awak
tuhella.